Pemerintah menganggarkan total Rp 7,21 triliun untuk subsidi kuota bagi pelajar dan mahasiswa untuk Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19.
Dikutip dari rilis Kementerian Keuangan (Kemenkeu), anggaran Rp 7,21 triliun ini berasal dari anggaran tambahan sebesar Rp 6,72 triliun untuk Kemendikbud dari dana cadangan APBN 2020.
Sedangkan sebesar Rp 492,8 miliar berasal dari realokasi anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Adapun subsidi kuota ini akan diberikan selama 4 bulan dari September hingga Desember 2020.
Besarannya, 35 GB per bulan diberikan kepada 39,78 juta siswa.
Sedangkan 50 GB per bulan diberikan kepada 8,24 juta mahasiswa.
Sementara itu guru mendapat 42 GB per bulan dan dosen sebesar 50 GB perbulan.
Adapun besar anggaran untuk kuota data pengajar masih dalam perhitungan.
Sementara itu pemerintah menyebut ada dua jenis subsidi paket data kepada para mahasiswa selama masa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berlangsung.
"Saat ini ada dua jenis subsidi biaya paket data," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan, Rahayu Puspasari, dilansir Kompas.com, Senin (7/9/2020).
Puspa menyebut subsidi pertama yang akan diberikan pemerintah diatur dalam anggaran cluster pendidikan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Adapun aturan teknis hingga pelaksanaan program subsidi tersebut diatur langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Subsidi kuota internet utuk sektor pendidikan, ini ditujukan untuk membantu para siswa didik hingga mahasiswa aik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta," ujarnya.
Puspa juga menyebut subsidi kuota internet juga akan diberikan khusus kepada mahasiswa perguruan tinggi negeri atau kedinasan.
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 394/KMK.02/2020.
Puspa menjelaskan, melalui aturan tersebut pemerintah memberikan subsidi pulsa kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk perguran tinggi yang statusnya berada di bawah instansi pemerintah.
Dalam Diktum Ketiga KMK 394 menyebutkan, mahasiswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar secara daring dan masyarakat yang terlibat dalam kegiatan secara daring yang bersifat insidentil dapat diberikan biaya paket data sesuai kebutuhan paling tinggi sebesar Rp 150.000 per orang per bulan.
"Mahasiswa yang dimaksud pada KMK 394/2020 ini adalah mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi negeri atau kedinasan. Mereka dapat biaya paket data dari perguruan tingginya," tutur Puspa.
Puspa memastikan mahasiswa perguruan tinggi negeri hanya akan mendapatkan satu kali bantuan paket data.
Kemenkeu akan berkoordinasi secara intensif dengan Kemendikbud, agar tidak terjadi pemberian subsidi kuota sebanyak dua kali kepada mahasiswa perguruan tinggi negeri.
"Mahasiswa tidak akan mendapatkan pulsa double dari bantuan paket data dan subsidi kuota internet untuk sektor pendidikan," ucapnya.
Subsidi Kuota Tuai Kritikan
Sementara itu subsidi kuota yang dilakukan pemerintah menuai kritikan dari Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Ramli Rahim.
Menurut Ramli, saat ini harga paket data untuk belajar sudah murah dibandingkan sebelumnya.
"Sehingga apa yang dilakukan Kemendikbud kesia-siaan. Analoginya seperti kemarau yang sangat panjang, tidak ada bantuan sama sekali. Begitu sudah musim penghujan, baru bantuan dikucurkan," ungkapnya saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (28/8/2020).
"Saya pikir kalau pemerintah memang punya duit, angkat guru dong, kasih mereka pendapatan yang layak, itu lebih riil," ujarnya.
Ramli juga mengungkapkan semestinya pemerintah bukan lagi memikirkan pulsa atau paket data, akan tetapi device atau gawai untuk pelajaran jarak jauh (PJJ).
Menurut Ramli, kepemilikan gawai belum merata di seluruh daerah.
"Kemdikbud harusnya punya data daerah yang sangat membutuhkan device itu dimana," ungkapnya.
Ramli memiliki gagasan, hendaknya pemerintah melakukan pengadaan gawai bagi siswa yang membutuhkan.
"Bukan diberikan tapi dipinjamkan, sistemnya seperti perpustakaan zaman dulu, ambil buku di perpustakaan kemudian dikembalikan pada waktunya, atau diperpanjang peminjamannya," ujar Ramli.
Menurut Ramli, keberadaan gawai lebih mendesak untuk saat ini.
"Yang dibutuhkan alatnya, seharusnya pemerintah menggunakan sistem perpustakaan, dipinjamkan kepada yang belum memiliki."
"Kalau kemudian sudah memiliki ya dikembalikan ke sekolah," ungkap Ramli.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments