"Saat pemain cedera di lapangan, kami harus segera bersiap, dan bila wasit memanggil maka harus secepatnya kami memberikan pertolongan. Tak banyak waktu yang bisa kami habiskan di lapangan dalam mendeteksi pemain yang cedera. Secepat mungkin harus ada keputusan pemain dapat melanjutkan pertandingan atau tidak," buka Lutfinanda Amary Septiandi, fisioterapis PSS Sleman yang juga memiliki lisensi FIFA Diploma in Football Medicine kepada Super Ball, Jumat (26/6/2020).
Ada penanganan awal yang biasanya diberikan oleh pihaknya saat pemain cedera, baik dengan kompres es atau semprotan pain killer.
Namun, ada aturan dan proses penanganan awal yang harus pihaknya lewati.
"Di bawah dua menit (kecuali kiper) kami harus mencapai posisi pemain yang cedera, lalu melakukan pemeriksaan atau diagnosa cepat terhadap pemain. Kami harus meyakinkan pemain pula apakah bisa lanjut bermain atau harus diganti," tambahnya.
Ada pun cara untuk mendeteksi cedera, diketahui oleh seorang fisioterapis dari ilmu biomekanik, gerak tubuh dan fisikologi.
Seorang fisioterapis dapat mengetahui dari gerak normal tubuh untuk mengetahui seorang pemain cedera.
"Contoh pemain mengalami terkilir, maka akan gerakan yang digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan cedera dengan gerakan mendekati dan menjauhi tubuh. Bila gerakannya masih baik tanpa gemetar maka fase satu dia lolos," terangnya.
Selain itu, timnya juga mendeteksi fungsional tubuh melalui gerakan jongkok, bungkuk dan perlahan berdiri. Jika tumbuan badannya dalam keadaan baik, maka cedera pemain tersebut tidak parah.
Namun, jika ada permasalahan di satu fase, maka pihaknya harus membawa pemain keluar dari lapangan dan observasi, sebelum memutuskan bisa atau tidaknya pemain lanjut bermain.