MESKI akhirnya diperiksa juga oleh penyidik Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri 2 September 2020 selama 7 jam di Gedung Bundar, namun tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari, masih menunjukan sikap arogan dan congkak.
Termasuk membatasi waktu pemeriksaan atas dirinya hanya sampai jam 17.00, dan menentukan waktu pemeriksaan lagi pada minggu depan.
Perilaku Pinangki yang demikian, menunjukan Pinangki merupakan jaksa yang selama berkantor di Kejaksaan Agung sering dimanjakan.
Ia mendapatkan privillage, hingga dibiarkan bebas terus menerus bepergian ke luar negeri dan menjadi matcomblang untuk Djoko S Tjandra melawan kekuasaan Negara.
Adalah tugas kejaksaan menuntut perkara dan mengeksekusi putusan pidana aatas nama terpidana Djoko S Tjandra, yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Apa yang membuat Pianangki memiliki bargaining position yang membuatnya sombong, meskipun sudah menjadi tersangka, perlu diselidiki.
Kesombongan Pinangki sudah ditunjukan saat menolak diperiksa penyidik Bareskrim Mabes Polri dan didukung Jampidsus.
Sikap, arogan dan congkak melawan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi Djoko S Tjandra, mestinya menjadi perhatian Jaksa Agung agar proaktif.
Serahkan penyidikan Pinangki ke KPK sehingga tidak terkesan ada konflik kepentingan oleh beberapa oknum pejabat Kejaksaan Agung dalam kasus ini.
Sikap arogan dan congkak dari Pinangki, memberi pesan di belakang Pinangki terdapat kekuatan besar di internal Kejaksaan Agung yang melindungi Pinangki.
Pinangki diduga punya kartu truft yang bisa menyeret siapa saja ketika ia disakiti secara berlebihan
Kejaksaan Agung seharusnya tidak memberikan privillege kepada Pinangki, karena ternyata dalam kedudukan sebagai jaksa, Pinangki secara diam-diam memiliki agenda tersembunyi.
Ia mengkhiananti institisinya, visi dan misi Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum dan memburu terpidana Djoko S Tjandra untuk dieksekusi dalam kasus korupsi cessie Bank Bali.
Terungkapnya peran Pinangki sebagai makelar kasus, memberi kesan Pianangki sengaja dipelihara oleh oknum-oknum tertentu di Kejaksaan Agung untuk memainkan kasus-kasus besar yang mangkrak dengan permainan uang besar dan dalam tataran kekuasaan yang besar pula.
Pinangki bukan bermain dalam kasus ayam sayur dilihat dari gaya hidupnya dan punya keberanian pamer kemewahan.
Bagi jaksa dengan golongan setara jaksa Pinangki dengan gaji tidak kurang dari Rp 12 jutaan sebulan, maka gaya hidup pamer kemewahan sebagai terlalu riskan bahkan bodoh.
Misi bejat Pinangki dengan menabrak segala prinsip tata kelola oemerintahan di internal Kejaksaan Agung, harus dipandang sebagai melawan arus dan berisiko tinggi.
Ia mendiskreditkan pemerintahan Jokowi, institusi Kejaksaan Agung dan merusak nama baik dan kehormatan korps jaksa dan pengacara Negara.
Di tempat itu selama ini Pinangki membangun karir dan mencari makan.
Oleh karena itu tidak terdapat alasan yang logis kalau Kejaksaan Agung bersikap mempertahankan perkara dugaan korupsi jaksa Pinanangki ditangani penyidik Jampidsus.
Karena potensi terjadi konflik kepentingan dan upaya saling melindungi sangat tinggi. Karena itu langkah terbaik Jaksa Agung serahkan penanganan kasus Pinangki ke KPK.
Atau sebaliknya, KPK menggunakan kewenangan mengambilalih penanganannya.(*)
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments