Delegasi Uni Emirat Arab (UEA) berencana untuk melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Israel pada 22 September 2020.
Kunjungan resmi ini ditujukan untuk membangun kesepakatan untuk menormalkan hubungan, menurut sebuah sumber yang akrab dengan rencana perjalanan seperti dilansir Reuters pada Senin (7/9/2020).
Para pejabat Israel dan UEA menolak berkomentar terkait isu tersebut ketika dikonfirmasi.
Kedua negara mengumumkan pada 13 Agustus lalu akan menormalkan hubungan diplomatik dalam kesepakatan yang dijembatani AS.
"Perjalanan delegasi UEA ke Israel, akan menjadi balasan dari kunjungan terobosan ke Abu Dhabi minggu lalu oleh utusan senior Israel dan AS," kata sumber itu kepada Reuters.
Sumber itu menolak untuk diidentifikasi dengan nama atau kebangsaannya.
Perjalanan ini akan menjadi kunjungan pertama yang diakui secara publik ke Israel oleh delegasi resmi dari UEA.
Israel bertukar kedutaan dengan tetangga Mesir dan Yordania di bawah kesepakatan damai beberapa dekade yang lalu.
Namun sampai UEA melakukan normalisasi hubungan, semua negara Arab lainnya masih menuntut Israel terlebih dahulu menyerahkan lebih banyak wilayah kepada Palestrina.
Seorang menteri Israel mengatakan pada Senin (7/9/2050), perdagangan tahunan antara Israel dan UEA diperkirakan akan mencapai 4 miliar dolar AS.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Selasa (1/9/2020) lalu menegaskan UEA telah mengkhianati dunia Islam dan Palestina dengan mencapai kesepakatan untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
"Tentu saja, pengkhianatan UEA tidak akan berlangsung lama, tetapi stigma ini akan selalu diingat. Mereka mengizinkan rezim Zionis untuk memiliki pijakan di wilayah itu dan melupakan Palestina," kata Khamenei dalam sebuah pidato.
"Emirat akan dipermalukan selamanya atas pengkhianatan ini terhadap dunia Islam, negara-negara Arab dan Palestina."
"Saya berharap Emiratis bangun dan mengkompensasi apa yang mereka lakukan."
Hal ini adalah reaksi pertama Khamenei terhadap perjanjian antara UEA dan Israel yang diumumkan Presiden AS Donald Trump pada 13 Agustus 2020.
Ketika ditanya tentang pernyataan Khamenei tentang kesepakatan UEA-Israel, pejabat Kementerian Luar Negeri UEA Jamal Al-Musharakh mengatakan kepada wartawan di Abu Dhabi: "Jalan menuju perdamaian dan kemakmuran tidak dijalankan dengan hasutan dan ujaran kebencian."
Israel dan UEA telah sepakat untuk menormalkan hubungan diplomatik dan menjalin hubungan baru yang luas di bawah kesepakatan yang disponsori AS.
Normalisasi ini menjadikan UEA sebagai negara Arab ketiga memiliki hubungan diplomatik formal dengan Israel setelah Mesir dan Yordania.
Kesepakatan Isreal dan UEA dibantu ditengahi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kesepakatan ini membuat Israel menangguhkan rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Israel telah menandatangani perjanjian damai dengan Mesir pada 1979 dan Yordania pada 1994. Tetapi UEA, bersama dengan sebagian besar negara Arab lainnya, tidak mengakui Israel dan tidak memiliki hubungan diplomatik atau ekonomi formal sampai sekarang.
Kesepakatan ini membuat UEA menjadi negara Teluk Arab pertama yang mencapai kesepakatan seperti itu dengan Israel.
Pejabat dari tiga negara menyebut kesepakatan itu "bersejarah" dan terobosan menuju perdamaian.
Namun tidak bagi para pemimpin Palestina, yang tampaknya terkejut, mengecamnya sebagai "tusukan dari belakang" bagi perjuangan mereka.
Dalam sebuah pernyataan bersama, Trump mengatakan. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed telah "menyetujui normalisasi penuh hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab".
"Kesepakatan itu akan memungkinkan kedua negara "untuk memetakan jalur baru yang akan membuka potensi besar di kawasan itu," katanya.
Israel dan UEA diharapkan segera bertukar duta besar dan kedutaan besar. Upacara penandatanganan akan diadakan di Gedung Putih.
Trump mengatakan perjanjian itu menyatukan "dua mitra terdekat Amerika di kawasan" dan mewakili "langkah signifikan untuk membangun Timur Tengah yang lebih damai, aman, dan sejahtera."
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Netanyahu mengatakan kesepakatan itu akan mengarah pada "perdamaian penuh dan formal" dengan UEA dan menyuarakan harapan bahwa negara-negara lain di kawasan itu akan mengikuti jejaknya.
"Itu juga berarti menyetujui permintaan dari Trump untuk "menangguhkan sementara" pelaksanaan perjanjian aneksasi," kata Netanyahu.
"Ini adalah momen yang sangat menyenangkan, momen bersejarah untuk perdamaian di Timur Tengah," tambah Netanyahu.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, bagaimanapun, menolak kesepakatan tersebut.
Juru bicara Abu Rudeineh mengatakan kesepakatan itu adalah "pengkhianatan terhadap Yerusalem, Al-Aqsa dan perjuangan Palestina."
Ditanya apakah Palestina telah mengetahui kesepakatan itu akan berlangsung?
Negosiator senior Hanan Ashrawi mengatakan kepada Reuters: “Tidak. Kami buta (akan hal itu-red)."
Di Gaza, Fawzi Barhoum, juru bicara kelompok Islam bersenjata Hamas, mengatakan: "Normalisasi adalah tusukan dari belakang perjuangan Palestina dan itu hanya melancarkan pendudukan Israel."
Sheikh Mohammed bin Zayed dari UEA mengatakan perjanjian itu akan menghentikan aneksasi Israel lebih lanjut atas wilayah Palestina, yang selama ini Israel hanya menunggu lampu hijau dari Washington.
Pejabat senior UEA Anwar Gargash mengatakan kesepakatan itu membantu meredakan apa yang disebutnya bom waktu.
Gargash mendesak Israel dan Palestina untuk kembali ke meja perundingan.(Reuters/AFP/AP/Arab News/Haaretz).
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments