Isu Palestina akan tetap manjadi ruh pelaksanaan diplomatik di kawasan Timur Tengah pasca perjanjian Israel dan Uni Arab Emirate (UEA).
Hal ini ditegaskan oleh Dubes Indonesia untuk Yordania dan Palestina, Andy Rachmianto pada diskusi daring yang mengangkat tema 'Pergeseran Geopolitik di kawasan Timur Tengah pasca perjanjian Israel dan UAE'.
"Menlu RI dalam percakapan telepon dengan Menlu UAE menyampaikan posisi Indonesia yang tegas bahwa penyelesaian konflik Palestina - Israel harus didasarkan pada berbagai resolusi DK PBB," kata Andy diskusi daring yang diselenggarakan Permata FM, Sabtu (22/8/2020).
Indonesia menegaskan dukungannya pada perjuangan Palestina dan mendukung Yarusalem Timur sebagai ibukota Palestina.
Andy mengatakan Indonesia akan selalu mengangkat isu Palestina di Dewan Keamanan (DK) PBB.
Contohnya pada bulan Mei 2019 saat menjadi presidensi (keketuaan) di DK PB, Indonesia memprakarsai pertemuan yang mengangkat aspek hukum dan kemanusiaan di Palestina, khususnya terkait dengan pemukiman ilegal Israel.
"Pada bulan Februari Indonesia juga memprakarsai pertemuan khusus DK PBB untuk mendengar langsung pernyataan dan sikap Presiden Palestina Mahmoud Abbas terhadap proposal Deal of Century," kata Andy
Kepada media PM Netanyahu mengatakan normalisasi dengan UAE tidak membatalkan, tapi hanya menunda aneksasi terhadap Palestina.
Jika Kebijakan UAE akan diikuti negara Arab lain maka ini jadi insentif bagi rencana Israel menganeksasi wilayah Palestina.
"Sebagian beranggapan normalisasi atau kesepakatan yang diinisiasi Amerika Serikat (AS) tersebut seperti semacam upaya pengalihan isu menjelang Pemilu AS di bulan November yang akan datang," kata Dubes RI.
Ada juga yang berpandangan kesepakatan UEA -Israel pada prinsipnya tidka bisa dinyatakan sebagai perjanjian perdamaian antara Mesir - Israel, maupun Yordania - Israel beberapa tahun lalu.
Karena faktanya UEA dan Israel tidak pernah berperang dan menjalin hubungan tidak resmi di belakang layar dan dan ditingkatkan menjadi hubungan yang normal.
Dubes Andy mengatakan Timur Tengah sebagai kawasan yang dinamis tidak pernah sepi dari konflik dan krisis.
"Sejak awal kawasan Timur Tengah selalu dijadikan ajang perebutan oleh negara besar untuk kepentingan strategis seperti penguasaan jalur pelayaran dan transportasi laut, serta untuk peningkatan ekonomi, khususnya penguatan energi minyak dan gas alam," katanya.
Meskipun rencana aneksasi tanggal 1 Juli lalu tertunda, karena tekanan internasional yang besar dan tentangan di dalam negeri Israel sendiri akibat pandemi Covid-19.
Menurut Dubes, masyarakat internasional tidak boleh lengah, karena cepat atau lambat aneksasi tetap akan dilakukan Israel.
"Aneksasi harus kita tolak karena merupakan pelanggaran International termasuk pelanggaran resolusi DK PBB," kata Andy .
Menurutnya jika aneksasi Israel kepada Palestina benar terjadi mimpi buruk dan akan menjadi legitimasi bagi negara-negara besar untuk melakukan aneksasi juga kepada negara yang lebih kecil.
"Bung Karno pernah mengatakan, selama Palestina dibawah kependudukan dan penjajahan Israel, maka sepanjang itu pula Indonesia tidak pernah akan mengakui dan membuka hubungan diplomatik dengan Israel, ini posisi diplomatik kita hingga detik ini," katanya.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments