Hakim negara bagian Florida, Amerika Serikat (AS) memberikan putusan akhir pada persidangan, Senin (10/8/2020) di Miami, berupa pemberian santunan 844 juta dolar AS kepada 43 korban kecelakaan pesawat terbang pada tahun 2016 silam yang disewa oleh klub sepak bola Brasil Chapecoense.
Putusan Hakim Pengadilan Sirkuit di Dade County, Miami, yang diketuai Martin Zilber akan mengakhiri kelalaian dan gugatan kematian yang salah pada tahun 2018 terhadap pemilik dan operator pesawat terbang.
Kendati pengacara penggugat mengatakan bahwa proses pengadilan masih belum selesai.
Mereka berencana untuk meminta penagihan, baik dari perusahaan asuransi ataupun pialang asuransi tergugat melalui pemberian hak-hak yang tercantum dalam kesepakatan.
"Sayangnya, para anggota keluarga ini masih harus menempuh jalan panjang untuk benar-benar mendapatkan ganti rugi moneter (uang) yang sangat mereka butuhkan," kata pengacara Steven C. Marks dari Firma Hukum Podhurst Orseck PA dalam keterangannya, Kamis (13/8/2020).
"Semoga keadilan dapat ditegakkan, dan kami akan mendapatkan ganti rugi untuk para korban," ujarnya menambahkan.
Tak satu pun dari para tergugat, Linea Aerea Merida Internacional de Aviacion, yang mengoperasikan penerbangan sewa sebagai LaMia Corp pemilik perusahaan dan mitra pengelola, Marco Antonio Rocha Venegas Kite Air Corp, pemilik pesawat atau pemilik Kite, Ricardo Alberto Albacete Vidal yang hadir di persidangan itu.
Para korban mengatakan usul pemberian santunan bahwa meskipun para tergugat tidak pernah menandatangani perjanjian setelah menghentikan jasa pengacara mereka namun tak dapat diragukan lagi bahwa para pihak telah mengabadikan perjanjian secara tertulis pada bulan Februari setelah satu tahun negosiasi.
Apalagi di bawah undang-undang Florida kesepakatan tersebut menjadi kontrak yang mengikat.
Pemberian santunan diputuskan sebesar antara 5 juta sampai 30 juta dolar AS kepada para penggugat yang terdiri dari enam penumpang yang selamat dari kecelakaan itu dan sebagian dari 71 penumpang yang tewas.
Menurut pengajuan para korban, jumlah santunan terbesar diberikan kepada Jakson Ragnar Follmann, mantan kiper Chapecoense yang selamat dari kecelakaan itu tetapi kehilangan kaki karena diamputasi.
Hakim Zilber menanyakan kepada pengacara para korban di persidangan mengenai skema pemberlakuan dan pengumpulan santunan yang mereka ajukan dalam perjanjian tersebut.
Pengacara dari Firma Hukum Podhurst, Kristina M. Infante menjelaskan bahwa terkait santunan tersebut, mereka sepakat untuk tidak menagih kepada empat tergugat sebagai ganti pemberian hak sehingga mereka dapat mengajukan tuntutan terhadap pialang asuransi LaMia, AON Risk Services; Bisa Seguros y Reaseguros SA, perusahaan asuransi lokal di Bolivia, tempat LaMia didirikan dan juga perusahaan reasuransi Tokio Re.
"Para korban dapat mengubah gugatan ini untuk bergabung dengan entitas lain atau mengajukan kasus independen yang mungkin berakhir atau tidak di pengadilan negara bagian di Miami," kata Marks.
Ia menjelaskan bahwa posisi para korban adalah bahwa AON tidak mendapatkan pertanggungan yang layak untuk para tergugat atau perusahaan asuransi menolak pertanggungan secara tidak wajar.
Tokio Re, yang menurut Marks bertanggung jawab penuh atas pertanggungan tersebut, mengambil langkah yang tidak biasa yaitu menolak memberikan pembelaan meskipun para tergugat mengajukannya.
Marks menjelaskan strategi aneh itu sebagai yang pertama dari banyak contoh itikad buruk perusahaan tersebut.
"Perusahaan pialang tersebut membuat kesalahan besar atau terdapat pertanggungan, namun perusahaan asuransi gagal memberi ganti rugi atau memberikan pertanggungan [kepada para tergugat]," kata Marks.
"Bagaimanapun juga, kami harus mendapatkan sebagian besar ganti rugi tersebut meskipun tidak semuanya."
Keluhan yang diajukan bahwa pilot untuk LaMia Corp. yang menerbangkan tim dari Bolivia ke Rionegro, Kolombia, untuk pertandingan sepak bola memilih untuk melewatkan pemberhentian pengisian bahan bakar yang direncanakan dan tidak mengingatkan pengawas lalu lintas udara mengenai berkurangnya bahan bakar pesawat hingga pesawat masuk di antrean ketiga karena lalu lintas di tempat tujuan.
Pada saat itu, pesawat mengalami kegagalan listrik total dan jatuh di wilayah pegunungan.
Keputusan kru pesawat untuk melewatkan pemberhentian pengisian bahan bakar merupakan kebiasaan kru LaMia, menurut gugatan yang mengutip setidaknya tiga contoh lain dalam tiga bulan menjelang kecelakaan itu.
Keluhan juga diajukan bahwa pilot di penerbangan Chapecoense gagal untuk mengingatkan kru kabin sehingga mereka tidak dapat mempersiapkan penumpang untuk turun darurat dan bahwa mereka tidak memiliki lisensi kemahiran bahasa Inggris yang diperlukan untuk penerbangan internasional.
Para tergugat tidak dapat dihubungi untuk dimintai keterangan.
Para penggugat diwakili oleh Steven C. Marks, Kristina M. Infante, dan Pablos Rojas dari Firma Hukum Podhurst Orseck PA.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments