Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (RI), Mahfud MD menuliskan pernyataan soal kasus Djoko Tjandra di akun twitternya.
Melalui cuitan panjangnya pihaknya menyebut salah satunya soal hukuman bagi seorang mantan buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali tersebut.
Menurut Mahfud Djoko Tjandra bisa saja menerima hukuman lebih dari dua tahun.
Lantaran dirinya sempat kabur dengan menggunakan surat palsu, melakukan suap kepada pejabat, dan lainnya.
"Joko Tjandra tdk hny hrs menghuni penjara 2 thn. Krn tingkahnya dia bs diberi hukuman2 baru yg jauh lbih lama. Dugaan pidananya, antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kpd pejabat yg melindunginya. Pejabat2 yg melindunginya pun hrs siap dipidanakan. Kita hrs kawal ini," tulisnya di twitter, dilansir Tribunnews.com, Minggu (2/8/2020).
Seperti diketahui saat ini Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra telah mendekam di rumah tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Mahfud juga mengatakan soal perjalanan kasus Djoko Tjandra bahkan katanya Pemerintah sejak tahun 2009 telah dipermainkan oleh mafia hukum.
Bahkan Mahfud juga menjawab tudingan soal Pemerintah dianggap bersandiwara dalam penangkapan Djoko Tjandra.
"Awalnya ada yg bilang Pemerintah bersandiwara mau menangkap Joko Tjandra. Toh dia diberi karpet merah. Ada yg bilang Pemerintah hny main "Ciluk Ba". Ada yg bilang, ini hanya ribut sebulan dan stlh itu kasusnya dilupakan orang. Akrobat hukum Joko Tjandra itu dimulai thn 2009."
"Thn 2009 kita sdh dikerjain oleh mafia hukum, sebab Joko Tjandra bs tahu akan divonis 2 thn dan lari sblm hakim mengetokkan palu. Siapa yg memberi karpet kpd dia saat itu shg bisa kabur sblm hakim mengetukkan vonisnya? Limbah mafia ini sdh lama ada, perlu kesadaran kolektif."
Seperti diketahui Djoko Tjandra yang telah buron sejak 2009 akhirnya ditangkap polisi pada Kamis (30/7/2020).
Djoko Tjandra ditangkap di Kuala Lumpur, Malaysia dan telah dibawa pulang ke Jakarta via Bandara Halim Perdanakusuma, Kamis malam.
Lantas tidak hanya Djoko Tjandra saja, sang pengacara sebelumnya juga bernasib sama.
Di mana Anita Kolopaking kini telah ditetapkan sebagai pengacara.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan Anita ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Senin (27/7/2020).
“Hasil kesimpulannya adalah menaikkan status saudari Anita Dewi A. Kolopaking menjadi tersangka,” ujarnya dilansir Kompas.com.
Di mana Anita dijerat Pasal 263 ayat (2) KUHP terkait penggunaan surat palsu.
Lantas siapakah sosok Anita Kolopaking? berikut biodatanya dilansir Tribunnews.com dari laman Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
Memiliki nama lengkap Anita Dewi Anggraeni Kolopaking, merupakan wanita kelahiran Ujung Pandang, 28 September 1963.
Anita bergelar Sarjana Teknologi Informasi di Sekolah Tinggi Informatika Gunadarma pada tahun 1992.
Dirinya juga menempuh pendidikan Sarjana Hukum di Universitas Indonesia pada tahun 2001.
Anita juga merupakan seorang Master bidang Hukum di Universitas Padjadjaran, dan Doktor bidang Hukum di Universitas Padjadjaran pada tahun 2009.
Dirinya pernah bekerja sebagai Manajer Informatika & Teknologi pada PT. Pusat informatika pada tahun 1989 hingga 1992.
Dan merupakan Pendiri Kantor Advokat Anita Kolopaking & Partners.
Anita Kolopaking juga terdaftar sebagai Arbiter pada BANI Arbitration Centre.
Selain itu dirinya juga aktif sebagai dosen program S1, S2, dan S3 di Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, dosen program S2 di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), dan dosen program S2 di Fakultas Ekonomi – PPA.
Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra,sebelumnya menegaskan telah bertindak menangani kasus tersebut sesuai koridor hukum di Indonesia.
Hal tersebut dikatakan dirinya saat hadir menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa, ditayangkan YouTube Najwa Shihab, Kamis (23/7/2020).
Sebelumnya, pembawa acara Najwa Shihab memberikan pertanyaan, "Apakah Bu Anita membayar sehingga membantu pengurusan kliennya (Djoko Tjandra) dan sebagainya?," tanyanya.
Pertanyaan tersebut pun dilontarkan kepada Otto Hasibuan Ketua Dewan Pembina Peradi Jakarta Timur.
"Saya ingin tahu sebagai advokat apakah praktek seperti itu adalah hal yang biasa? diminta membantu klien untuk mengurus hal-hal yang mungkin saja berpotensi melanggar hukum," tanya Najwa Shihab.
Otto Hasibuan pun memberikan tanggapannya.
Dirinya mengatakan tidak bisa memposisikan dirinya untuk mempersoalkan apa yang dilakukan oleh Anita Kolopaking.
Tapi Otto secara umum memberikan penjelasannya.
"Bahwa kita itu sebagai penegak hukum sebagai advokat menghindari tindakan yang melanggar hukum, tentunya bagaimanapun dalam membela klien kita tidak mungkin melakukan perbuatan yang melanggar hukum," katanya.
"Jadi kalau Nana tadi bertanya apakah biasa melakukan hal melanggar hukum sebagai seorang advokat, saya mengatakan itu tidak biasa."
Kemudian terkait kinerja Anita Kolopaking yang menjadi pengacara hukum Djoko Tjandra, Otto menjawab tidak tepat dirinya memberikan penilaian terhadap teman sejawatnya.
Otto mengatakan apabila rekan sesama advikat diketahui melanggar hukum, dalam kode etik memang tidak bisa hal tersebut dibuka di ruang publik.
Namun dirinya dapat melaporkannya kepada dewan kehormatan.
"Jadi saya tidak bisa dalam posisi mengomentari yang dilakukan Anita Kolopaking, saya hanya bisa memberikan penjelasannya secara umum," pungkasnya.
Anita Kolopaking pun memberikan tanggapannya, namun dirinya lebih menanggapi soal pertanyaan yang dilontarkan Najwa Shihab.
"Yang mau saya tanggapi adalah pertanyaannya Najwa Shihab, pertanyaannya itu memojokkan saya."
"Justru seakan-akan saya telah melakukan perbuatan di luar koridor hukum," katanya.
Dirinya pun menegaskan bahwa sama sekali tidak berbuat di luar koridor hukum saat menangani kasus Djoko Tjandra.
Bahkan wanita itu mengatakan sangat senang sekali ketika Djoko Tjandra dapat datang ke Indonesia memenuhi syarat hukum.
"Tujuan saya dia harus hadir untuk memenuhi syarat PK dan ini adalah usaha saya untuk menghadirkan beliau," katanya lagi.
Dirinya meyakini kasus perkara Djoko Tjandra tersebut adalah perkara yang dikriminalisasi.
Dan rupanya di acara Najwa Shihab pun Anita Kolopaking sudah membujuk Djoko Tjandra untuk datang ke Indonesia.
Najwa Shihab juga sempat meminta kepada Anita Kolopaking untuk menghubungi Djoko Tjandra, bahkan membujuk sang buronan untuk berbicara di Mata Najwa.
Namun Djoko Tjandra tidak bersedia.
Anita Kolopaking mengatakan berkali-kali sudah berupaya membujuk Djoko Tjandra untuk datang ke Indonesia bahkan sejak pertama kali bertemu.
"Tapi Beliau mengatakan saya tidak akan pulang ke Indonesia sebelum hukum saya jelas, karena saya merasa dikriminalisasi oleh kekuasaan pada saat itu, banyak tekanan-tekanan," terangnya menirukan apa yang dikatakan Djoko Tjandra.
Terkait hal tersebut, Anita menyebut termasuk tekanan dari oknum aparat, dan meminta Djoko Tjandra untuk melaporkan.
Tama S. Langkun Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW memberikan pendapatkan bahwa perkara Djoko Tjandra adalam cerminan upaya dari kedaulatan hukum di Indonesia itu sendiri.
"Saya berbicara diluar bujuk - membujuk, perdebatan dan lainnya, bahwa ini adalah kedaulatan hukum," imbuhnya.
Hal tersebut menurut dia berbicara soal bagaimana kedaulatan negara yang melaksanakan hukum.
Dirinya juga mengkritisi soal proses Djoko Tjandra masih berkeliaran, bahkan ke luar negeri.
"Prosesnya dari bidang keimigrasian, bagaimana bisa seseorang yang sudah diputus oleh pengadilan melakukan tindak pidana korupsi bisa mendapatkan paspor? Itu poin lain yang menurut saya perlu digali," terangnya.
Dan juga poin-poin lainya yang membuat proses hukum Djoko Tjandra tersendat.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments