Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong untuk proaktif mengusut skandal pelarian hingga pemalsuan dokumen terpidana perkara pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
KPK seharusnya tidak hanya menunggu pelimpahan dari aparat penegak hukum lain dalam menangani kasus tersebut.
"Sepatutnya, KPK masuk tanpa perlu dipersilakan tanpa perlu juga menunggu untuk dilimpahkan," kata Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam diskusi daring 'Pasca-penangkapan Djoko Tjandra: Apa Yang Harus Dilakukan', Rabu (5/8/2020).
Julius menyatakan, KPK tidak bisa menerapkan Pasal 21 UU Tipikor tentang menghalangi proses hukum atau obstruction of justice lantaran Djoko Tjandra telah berstatus terpidana sehingga proses hukumnya telah selesai.
Namun, Julius mengingatkan surat jalan maupun surat bebas Covid-19 yang diperoleh Djoko Tjandra masuk delik tindak pidana korupsi karena diterbitkan dan dibantu aparat negara yakni Brigjen Pol Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim.
Julius menduga kuat proses terbitnya surat tersebut diwarnai praktik suap.
"Saya menduga dengan amat sangat kuat, karena tidak ada makan siang gratis, makan pagi gratis, mungkin malam malam gratis. Tetapi dokumen negara yang begitu rahasia, begitu tinggi tensinya, saya pikir ini tidak mungkin dilakukan secara gratis," katanya.
Apalagi, beredar informasi di media sosial yang perlu dibuktikan kebenarannya mengenai adanya biaya dalam setiap dokumen negara yang diperoleh Djoko Tjandra.
"Ini yang perlu digali lebih lanjut oleh KPK tanpa perlu menunggu pelimpahan, tanpa perlu menunggu pintu masuk obstruction of justice," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan mengatakan KPK dapat mengambil alih kasus pemalsuan surat jalan Djoko Tjandra.
Dikatakan, terdapat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dapat diterapkan KPK.
Menurutnya, lembaga antikorupsi dapat mengambil alih kasus ini jika ditemukan dugaan aliran dana dari Djoko Tjandra dalam pembuatan surat yang memudahkannya keluar-masuk wilayah Indonesia.
Selain surat dari polisi, Choky menyatakan KPK dapat menerapkan pasal suap terkait proses pembuatan e-KTP Djoko Tjandra di Kelurahan Grogol Selatan serta penerbitan paspor oleh Direktorat Jenderal Imigrasi.
Selain itu, KPK juga bisa menggunakan Pasal 9 Undang-Undang Tipikor yang mengatur, pegawai negeri atau pegawai negeri sipil dapat dipidana apabila dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Pelaku pemalsuan dokumen dapat diancam pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.
“Itu bisa menjadi peluang KPK untuk menangani pemalsuan surat ini,” katanya.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments