Uni Eropa mengatakan tengah melakukan pembicaraan dengan perusahaan bioteknologi Jerman, CureVac mengenai pembelian 225 juta dosis vaksin Covid-19.
CureVac termasuk salah satu pengembang vaksin Covid-19 yang bersama perusahaan lain berlomba-lomba untuk mencari vaksin guna mengakhiri pandemi ini.
"Hari ini kami menyelesaikan pembicaraan dengan perusahaan Eropa CureVac untuk meningkatkan kemungkinan mendapat vaksin corona," ujar Komisaris Kesehatan Uni Eropa, Stella Kyriakides seperti dilansir Reuters, Kamis (20/8/2020).
Uni Eropa sekarang akan mulai pembicaraan tentang kontrak dengan CureVac untuk mengamankan pasokan vaksin ke 27 negara anggota Uni Eropa.
Vaksin itu tentunya harus terbukti aman dan efektif untuk divaksinasi.
Sejauh ini dua vaksin virus corona (Covid-19) sudah mengantongi persetujuan dari negara masing-masing hingga Selasa (18/8/2020).
Teranyar China telah mengeluarkan persetujuan paten untuk pertama kali kepada calon vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan lokal CanSino Biologics Inc.
Vaksin yang memenangkan persetujuan paten dari otoritas Beijing bernama Ad5-nCOV.
Demikian kantor berita milik pemerintah melaporkan, mengutip dokumen dari Otoritas Kekayaan Intelektual Nasional China, seperti dilansir Reuters, Senin (17/8/2020).
Paten terhadap vaksin Covid-19 dikeluarkan pada Minggu (16/8/2020).
Vaksin Ad5-ncov dikembangkan perusahaan Biofarmasi China Cansino Biologics Inc, bersama tim yang dipimpin oleh ahli penyakit menular militer China, Chen Wei.
"Hibah paten ini mengkonfirmasi efektivitas dan keamanan vaksin," jelas pihak CanSino dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke media pemerintah China, Global Times pada Minggu (16/8/2020).
Media milik partai politik penguasa di China, Global Times mengutip pandangan para ahli yang mengatakan paten ini menunjukkan keaslian vaksin dan memupus tuduhan Amerika Serikat (AS), bahwa peretas China berusaha untuk mencuri data pengembangan obat dan vaksin dari negara lain.
Global Times menjelaskan, paten yang diberikan secara resmi juga akan meningkatkan kepercayaan pasar kepada vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh China.
AS telah membuat tuduhan sejak Mei lalu, peretas China sedang berusaha untuk mencuri data obat dan vaksin tanpa memberikan bukti substansial.
Hasil uji klinis tahap satu dan dua dari vaksin ini terungkap pada 20 Juli, menunjukkan tingkat keamanan yang baik dan tinggi respon imun.
Sebelumnya, CanSino Biologics, pengembang vaksin asal China melakukan pembicaraan dengan Rusia, Brasil, Chili dan Arab Saudi untuk meluncurkan uji coba tahap III vaksin eksperimental Covid-19.
Demikian disampaikan salah seorang pendiri CanSino Biologics pada Sabtu (12/7/2020) waktu setempat.
Keberhasilan China dalam menanggulangi infeksi Covid-19 telah menyulitkan pihaknya untuk melakukan percobaan vaksin berskala besar.
Sejauh ini hanya beberapa negara telah sepakat untuk bekerja sama.
"Kami menghubungi Rusia, Brazil, Chili dan Arab Saudi (untuk uji klinis tahap III), dan itu masih dalam diskusi," Qiu Dongxu, Direktur Eksekutif dan pendiri CanSino, dalam konferensi pers pengembangan obat anti-virus di Suzhou, di Timur China.
Dia mengatakan uji klinis fase III kemungkinan akan segera dimulai
dan perusahaan berencana untuk merekrut 40.000 sukarelawan.
Kandidat vaksin Covid-19 buatan mereka, Ad5-nCov, menjadi yang pertama di China melakukan tahap pengujian kepada manusia pada bulan Maret lalu.
Namun kini menjadi tertinggal dari vaksin-vaksin lainnya dalam hal kemajuan percobaan.
Dua vaksin eksperimental yang dikembangkan oleh Sinovac Biotech dan China National Pharmaceutical Group (Sinopharm) sudah disetujui untuk uji klinis tahap III.
Qiu mengatakan uji kliniz tahap II yang melibatkan 508 orang telah membuahkan hasil "jauh lebih baik" dari tahap I terkait keselamatan dan kemampuan untuk memicu respon imun.
Namun sayang dia tidak mengungkapkan bukti tertentu.
Dia mengatakan pabrik baru dibagun di China akan memungkinkan untuk menghasilkan 100-200 juta dosis vaksin virus corona per tahun pada awal 2021.
Militer China, yang unit penelitiannya ikut mengembangkan kandidat vaksin, menyetujui penggunaan di kalangan militernya bulan lalu.
Sementara dua injeksi eksperimental Sinopharm ditawarkan kepada karyawan di perusahaan milik negara yang bepergian ke luar negeri.
Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia menjadi negara pertama di dunia memberikan persetujuan penggunaan vaksin Covid-19 setelah kurang dari dua bulan pengujian manusia.
Vaksin, yang didaftarkan Rusia itu bernama "Sputnik V".
Nama itu dipakai dalam rangka memberikan penghormatan kepada satelit pertama di dunia yang diluncurkan oleh Uni Soviet.
Demikian dilansir Reuters, Rabu (12/8/2020).
Keputusan Moskow memberikan persetujuan sebelum selesainya uji klinis tahap tiga, telah menimbulkan keprihatinan di antara paea ahli. Apalagi hanya sekitar 10% dari uji klinis yang sukses dan beberapa ilmuwan takut Moskow hanya mengejar prestise ketimbang keselamatan.
Namun Putin dan pejabat lain mengatakan vaksin itu benar-benar aman.
Bahkan Putin mengatakan salah satu putrinya telah ikut menjadi sukarelawan dalam uji klinis.
"Saya tahu cara kerjanya cukup efektif, membentuk imunitas yang kuat, dan saya ulangi, ia telah lulus semua tahap yang diperlukan," kata Putin kepada sebuah pertemuan pemerintah.
Kirill Dmitriev, kepala Dana Investasi Langsung Rusia yang mendanai proyek tersebut, mengharapkan vaksin, yang dikembangkan oleh Institut Gamaleya Moskow, akan diproduksi massal pada akhir tahun.
Pejabat pemerintah mengatakan vaksin akan diberikan kepada tenaga medis, dan kemudian kepada guru, secara sukarela pada akhir bulan ini atau di awal September 2028.
Setekah itu semua warga Rusia diperkirakan akan dimulai pada Oktober 2020.
Kirill Dmitriev mengatakan Rusia sudah menerima permintaan luar negeri untuk 1.000.000.000 dosis.
Paling tidak 20 negara telah memesan vaksin buatan Rusia.
Dia mengatakan vaksin itu juga akan diproduksi di Brasil.
Dmitriev mengatakan uji klinis tahap akhir diperkirakan akan segera dimulai di Uni Emirat Arab dan Filipina.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan dia bersedia untuk berpartisipasi secara pribadi.
(Global Times/Reuters/AFP)
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments