Istilah penangkalan dan pemulihan dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme dinilai janggal.
Istilah penangkalan tersebut muncul pada judul Bab II draft rancangan Perpres tentang pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme.
Di dalam Bab II termuat lima pasal yang mengatur terkait penangkalan yakni pasal 3, 4, 5, 6, dan 7.
Sejumlah hal yang diatur dalam pasal-pasal tersebut antara lain cakupan kegiatan penangkalan serta pencegahan tindak pidana terorisme.
Sedangkan istilah pemulihan muncul pada judul Bab IV draft rancangan Perpres Pelibatan TNI Dalam Mengatasi Terorisme.
Di dalam Bab IV termuat satu pasal yakni pasal 12 yang mengatur antara lain pada ayat (1) Pemulihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c dilaksanakan oleh TNI di bawah koordinasi badan yang menyelenggarakan urusan di bidang penanggulangan Terorisme dan pada ayat (2) Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Direktur Imparsial Al Araf menjelaskan kebijakan penanggulangan terorisme sekurangnya bisa dilihat dalam dua aspek yakni kebijakan tentang antiterorisme dan kebijakan tentang kontraterorisme.
Menurutnya kebijakan antiterorisme adalah segenap kebijakan yang dimaksud untuk mencegah atau menghilangkan peluang bagi tumbuhnya terorisme yang wilayah-wilayahnya bersifat preventif dan preemtif.
Al Araf menjelaskan aspek dari kebijakan antiterorisme sangat banyak termasuk antara lain pembangunan demokrasi, keadilan, dan pendidikan.
Sedangkan menurutnya kontraterorisme adalah segenap instrumen yang menitikberatkan pada aspek penindakan terhadap terorisme dan aksi-aksi terorisme.
Al Araf menilai, sebagai kebijakan yang sifatnya koersif, kontraterorisme menuntut profesionalitas dan proporsionalitas instrumen penindak.
Ia mengatakan isu rancangan Perpres tentang Pelibatan TNI dalam Mengatasi Terorisme sesungguhnya berada dalam wilayah kebijakan kontraterorisme.
Oleh karena itu aspeknya berada dalam aspek penindakan.
"Karena itu menjadi aneh kalau kemudian di dalam Perpres memunculkan istilah pemulihan dan penangkalan dalam penanganan terorisme oleh TNI. Harusnya itu tidak terjadi. Karena itu bukan wilayah dalam konteks kontraterorisme," kata Al Araf dalam diskusi daring yang digelar Imparsial pada Rabu (15/7/2020).
Diberitakan sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan saat ini pemerintah tengah mempercepat penyelesaian draft Peraturan Presiden terkait pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
Mahfud mengatakan saat ini pemerintah tengah melakukan penyerasian dalam beberapa hal terkait agar dapat diselesaikan secepatnya.
Hal tersebut disampaikan Mahfud saat melakukan kunjungan kerja ke Mako Kopassus, Jakarta pada Rabu (8/7/2020).
"Itu sekarang sedang disiapkan. Kita harus membuat itu, mudah-mudahan dalam waktu tidak lama bisa selesai. Sekarang sedang dipelototi untuk diselesaikan secepatnya, karena draftnya sudah ada, tinggal penyerasian beberapa hal agar semua berjalan baik,” kata Mahfud dalam keterangan resmi Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Kelembagaan Kemenko Polhukam RI di laman resmi Kemenko Polhukam RI, polkam.go.id pada Rabu (8/7/2020).
Terkait keterlibatan TNI dalam penanggulangan terorisme, Mahfud mengatakan hal tersebut adalah amanat undang-undang yang disebutkan bahwa TNI dilibatkan di dalam penanganan aksi terrorisme dan itu diatur dengan suatu peraturan presiden.
Oleh sebab itu, menurutnya saat ini pemerintah tengah mengolahnya agar menjadi proporsional.
"Karena dulu memang pikirannya terorisme itu adalah lebih ditekankan sebagai tindak pidana. Tindak Pidana itu artinya hukum maka namanya Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. Tetapi ternyata, tindak pidana saja tidak cukup karena ada hal-hal tertentu, dimana TNI harus terlibat di dalam skala tertentu, dalam jenis kesulitan tertentu, dalam situasi tertentu, dan dalam objek tertentu," kata Mahfud.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments