- Institusi Polri menjadi sorotan beberapa hari belakangan karena terseret dalam sengkarut pelarian buron terpidana kasus pengalihan hak tagih Bank Bali tahun 2003, Djoko Tjandra.
Hingga hari ini saja, sudah terdapat tiga jenderal polisi yang diduga terlibat. Satu perwira berpangkat Irjen Pol dan dua lainnya menyandang bintang 1 alias Brigjen Polisi.
Terbaru, Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz mencopot Irjen Pol Napoleon Bonaparte dari jabatan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri.
Pencopotan jabatan itu tertuang dalam Surat Telegram Kapolri dengan nomor ST/2076/VII/KEP/2020 tertanggal Jumat (17/7/2020). Surat telegram tersebut diteken langsung oleh AsSDM Kapolri Irjen Pol Sutrisno Yudi.
Nantinya, Irjen Napoleon akan dimutasi menjadi analisis Kebijakan Utama Itwasum Polri.
Hal tersebut dibenarkan Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono.
"Iya betul (Pencopotan Irjen Napoleon, Red)," kata Awi kepada wartawan, Jumat (17/7/2020).
Awi mengatakan Irjen Pol Napoleon Bonaparte dimutasi karena diduga melanggar kode etik.
"Pelanggaran kode etik maka dimutasi. Kelalaian dalam pengawasan staf," katanya.
Diduga, pencopotan jabatan tersebut buntut dari adanya polemik keluarnya surat penghapusan red notice terhadap buron kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Hingga kini, propam juga masih memeriksa sejumlah pihak yang terkait dengan polemik penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Sebelumnya 2 jenderal polisi pun dicopot dari jabatannya karena kasus Djoko Tjandra.
Mereka di antaranya Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo dan Brigjen Prasetijo Utomo.
Selain Irjen Bonaparte, Brigjen Pol Nugroho Wibowo telah diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri karena diduga menghapus red notice terhadap buronan korupsi Djoko Tjandra.
Pemeriksaan terhadap Brigjen Pol Nugroho Wibowo itu dibenarkan oleh Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono. Ia mengatakan, saat ini yang bersangkutan tengah menjalani pemeriksaan oleh Propam.
”(Brigjen Nugroho, Red) dilakukan pemeriksaan,” kata Argo kepada Tribunnews, Kamis (16/7/2020).
Info keterlibatan Brigjen Nugroho Wibowo awalnya diungkapkan oleh Ketua Presidium IPW Neta S. Pane. Ia menyebut bahwa Nugroho diduga merupakan oknum yang menghapus red notice atas nama Djoko Tjandra pada basis data Interpol sejak 2014.
"Dosa Brigjen Nugroho sesungguhnya lebih berat ketimbang dosa Brigjen Prasetyo Utomo," ujar Neta melalui keterangan tertulisnya, Kamis (16/7/2020).
Neta memaparkan, melalui surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan Interpol red notice Joko Tjandra kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
Salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran, istri Djoko, tertanggal 16 April 2020
kepada NCB Interpol Indonesia.
Surat itu, kata Neta, dikirim Anna Boentaran 12 hari setelah Nugroho menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
"Melihat fakta ini IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Djoko Tjandra. Jika Mabes Polri mengatakan pemberian Surat Jalan pada Djoko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen Prasetyo, IPW meragukannya," kata Neta.
Neta mencurigai Prasetyo dan Brigjen Nugroho Wibowo digerakkan oleh individu yang berinsiatif melindungi Djoko Tjandra.
"Apa mungkin kedua Brigjen tersebut begitu bodoh berinisiatif pribadi 'memberikan karpet merah' pada Joko Tjandra?" kata Neta.
Atas dugaan keterlibatan jenderal bintang satu itu, Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo langsung memerintahkan untuk dilakukan pengusutan.
Termasuk pengusutan surat keterangan bebas Covid-19 Djoko Tjandra yang dikeluarkan oleh Pusdokkes Mabes Polri.
"Setelah itu kami akan tindak lanjuti dengan memproses mulai dari penertiban surat jalan. Termasuk bagi peristiwa terhapusnya red notice dan bagaimana muncul surat kesehatan atas nama terpidana DT dalam posisi sebagai konsultan," kata Sigit di gedung Bareskrim Polri, Kamis (16/7/2020).
Sigit sudah memerintahkan Propam memeriksa kedua surat itu. Dia menjamin proses pemeriksaan terhadap anggotanya ini berjalan profesional dan transparan.
"Semua kita akan proses secara transparan. Enggak ada pandang bulu siapa yang terlibat di dalamnya akan kita proses," ujar dia.
Kamis (16/7/2020) sore kemarin Komjen Sigit memimpin secara resmi upacara pencopotan jabatan Brigjen Prasetijo Utomo sebagai Biro Koordinasi dan Pengawasan PPN Bareskrim Polri.
Dalam upacara yang dimulai sekitar pukul 17.00 WIB di lantai 9 Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan itu, Brigjen Prasetijo tak hadir karena sakit.
Dia digantikan Karorenmin Polri yang mengenakan kemeja lengan panjang warna putih dan celana warna hitam. Keterangan soal sakit ini disampaikan oleh Sigit setelah memimpin upacara.
"Baru melaksanakan upacara penyerahan jabatan. Brigjen Prasetijo Utomo yang seharusnya hadir pada upacara, namun karena yang bersangkutan sakit, jadi dilaksanakan diwakili Karo Renmin,” jelas Listyo kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Sigit tak merinci sakit yang dialami Prasetijo. Sejak Rabu (15/7) sore lalu, Prasetijo dalam masa penahanan Propam untuk 14 hari.
Prasetijo sendiri diperiksa setelah mengeluarkan surat jalan untuk buronan kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Sehingga buronan Kejagung itu bebas keluar masuk Indonesia.
"Saya secara resmi sudah menerima penyerahan jabatan tersebut. Ini komitmen pimpinan polri dan kami jajaran Bareskrim Polri untuk menjaga marwah institusi," tegas Sigit.
Dalam kesempatan itu Sigit mengatakan dirinya sangat menyesalkan insiden ‘surat sakti’ untuk buronan kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra yang dikeluarkan Brigjen Prasetijo Utomo.
Ia meminta siapa pun personel Polri agar tidak ada yang dengan sengaja menggunakan wewenang demi keuntungan pribadi.
”Ini peringatan bagi seluruh anggota baik di Bareskrim, dan jajaran lainnya agar kejadian ini tidak boleh kejadian
lagi. Kalau tidak sanggup, saya minta mundur,” kata Sigit.
Sigit menegaskan akan ada hukuman dan sanksi bagi siapa pun anggota Polri yang melawan hukum. Komitmen ini harus jadi pedoman bagi seluruh anggota Polri dalam menjalankan tugasnya.
“Ini komitmen pimpinan Polri dan kami jajaran Bareskrim Polri untuk menjaga marwah institusi. Sebagaimana saya sampaikan beberapa waktu lalu, kami akan secara tegas menindak anggota yg melakukan pelanggaran,” ujar Sigit.
Tak cuma Polri, "virus" Djoko Tjandra juga masuk ke kejaksaan. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengkonfirmasi telah memeriksa salah satu pejabatnya yang diduga berkaitan dengan terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu.
Bermula dari informasi yang beredar menyebutkan adanya pertemuan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel) Nanang Supriatna.
Jaksa Agung ST Burhanuddin pun memerintahkan agar Nanang diperiksa internal.
Sebagai informasi, video terkait pertemuan yang diduga antara Anita Kolopaking dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) Nanang Supriatna disebarkan oleh akun @digeeembok.
Video itu berdurasi 2.20 menit.
Dalam video itu, tampak Nanang bersama pihak yang diduga Anita Kolopaking berada di suatu ruangan.
Video tersebut tampak diambil secara diam-diam.
Namun, tidak begitu jelas isi percakapan antara kedua belah pihak.
Namun di situ terlihat Nanang tengah mengenakan pakaian dinas Kejaksaan berwarna coklat dengan menggunakan sandal dan masker berwarna hitam.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments