Teknologi satelit bisa dimanfaatkan untuk menyebarluaskan informasi tentang bahaya wabah virus corona (Covid-19).
"Indonesia sudah memiliki 3 satelit yang kategorinya mikro satelit. Yakni satelit LAPAN A1 (Tubsat), LAPAN A2 (Orari), LAPAN A3 (IPB)," ujar Jasyanto, Humas Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Sabtu (21/3/2020).
LAPAN A2 atau Orari saat ini sudah mengudara di antariksa, yang salah satu pemanfaatannya memberikan informasi terkait penyebaran virus corona.
"Jadi terkait Corona ini kan informasinya harus sampai ke masyarakat. Kita kerjasama dengan Orari. Orari mempunyai teknologi memberikan informasi kepada masyarakat secara luas melalui orari-orari yang ada di daerah," ujar Jasyanto.
Satelit Orari diluncurkan pada 28 September 2015 dari Bandar Antariksa Satish Dhawan, Sriharikotta, India.
Satelit ini dibuat di Indonesia dengan menggunakan konsultan dari Jerman. Adapun tujuan penggunaan utama satelit ini adalah sebagai mitigasi bencana.
"Dengan LAPAN A2 akan memberikan informasi tentang penyebaran Corona, dan mungkin juga bisa digunakan sebagai sosialisasi. Nah Orari ini akan menyebarkan informasi ke masyarakat," Jasyanto memaparkan.
Heri Budi Wibowo, Peneliti Utama Sistem Proporsi Pusat Teknologi Roket LAPAN, tanpa disadari saat ini hampir semua kegiatan manusia bergantung pada satelit.
Akan tetapi hingga saat ini satu-satunya lembaga Indonesia yang mengelola angkasa hanyalah LAPAN.
"Libur 14 hari ini juga menggunakan satelit. Kalau satelit mati, ngehang semua. Kita tidak bisa apa-apa di rumah," ujar Heri.
Pemanfaatan satelit memutar kegiatan ekonomi yang sangat besar hingga mencapai triliunan dolar.
Akan tetapi Indonesia hanya memiliki sedikit satelit yang mengudara di antariksa, dibandingkan negara lainnya. Padahal tidak ada regulasi tertentu dalam upaya memanfaatkan antariksa.
"Kita kurang memanfaatkan potensi ruang angkasa yang ada," ujarnya.
Doktor Bambang Kusumanto, Mantan sekretaris utama LAPAN mengatakan dalam pengembangan riset terkait pemanfaatan satelit dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dana anggaran yang diberikan pemerintah tidak cukup dalam upaya pengembangan teknologi satelit. Karena itu perlu ada bantuan dari sektor swasta.
"Industrinya mungkin bisa kita berikan ke swasta, tapi teknologinya perlu kita simpan. Tidak hanya dalam otak profesor saja. Tapi juga disimpan dalam hasil riset untuk dikembangkan lebih lanjut untuk generasi yang akan datang," ujarnya.
Prasetyo Sunaryo, pendiri Lembaga Bantuan Teknologi (LBT) mengatakan teknologi antariksa merupakan teknologi yang mengintegrasi semua teknologi, salah satunya terkait teknologi pangan.
Dengan teknologi antariksa, peneliti dapat menemukan teknologi makanan yang bisa dimanfaatkan astronot untuk sekali makan.
Hal tersebut dimungkinkan untuk dimanfaatkan dalam kondisi penyebaran wabah Covid-19 yang terjadi saat ini, untuk memberikan bantuan kepada masyarakat.
"Kita akan memasuki era big data. Bagaimana aset ruang angkasa ini harus terintegrasi seperti aset laut dan aset darat, melalui teknologi satelit," ujar Prasetyo.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments