Para peneliti di Samsung Advanced Institute of Technology (SAIT) dan Samsung RnD Institute Japan (SRJ) memutuskan untuk menghapus anoda logam lithium yang digunakan dalam baterai solid-state dan menggantinya dengan lapisan perak-karbon tipis.
Anoda logam litium inilah yang menyebabkan masalah dengan baterai.
Anoda adalah elektroda, bisa berupa logam maupun penghantar listrik lain, pada sel elektrokimia yang terpolarisasi jika arus listrik mengalir ke dalamnya.
Mengutip dari Car and Driver, Sabtu (14/3/2020), peneliti Samsung memasang dendrit atau paku kristal kecil yang mengaliri elektrolit dan menyebabkan korsleting selama pengisian, karenanya harapan hidup baterai yang solid menjadi rendah.
Para peneliti mengatakan bahwa menggunakan perak-karbon bukan logam lithium dalam prototipe menghasilkan baterai dengan kapasitas yang lebih tinggi, memperpanjang masa pakai dan membuat baterai lebih aman.
Lapisan perak-karbon hanya setebal lima mikrometer, tetapi jika itu dapat mencapai di dunia nyata apa yang diteliti oleh tim Samsung di laboratorium, secara substansial dapat mengubah EV (Electric Vihecle) atau kendaraan listrik di masa depan.
Prototipe baterai yang dibuat tim akan memberikan kendaraan listrik jarak tempuh sekitar 500 mil atau 805 kilometer dan memiliki siklus hidup lebih dari 1.000 kali pengisian ulang.
Baterai yang dibuat selama penelitian 50 persen lebih kecil dari baterai lithium-ion konvensional.
Teknologi solid-state telah menjadi impian para pembuat mobil dan penggemar EV untuk sementara waktu.
Ini penelitian yang menjanjikan, tapi jangan berharap itu akan muncul di ruang pamer dulu, karena masih perlu waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakannya.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments