Lima wanita hamil yang bekerja di PT Sumatera Timberindo Industri (STI) dipaksa berhenti kerja. Mereka adalah Ayu Sasmita (24), Juni Kurniawati (25), Indah Lestari (23), Desi Nilawati (26) dan Kasuari (24).
Saat mengadu ke DPRD Deliserdang, kelima perempuan ini menyebut pihak perusahaan memaksa mereka membuat surat pengunduran diri.
"Bagian HRD bilang, orang hamil tidak bisa kerja. Padahal kalau di perusahaan lain, wanita hamil itu boleh mengajukan cuti," ungkap Ayu, Rabu (4/3/2020).
Ia mengatakan, dirinya dan keempat rekannya masih bisa kerja, sebelum usia kehamilan semakin menua.
Jika mereka berhenti bekerja, dikhawatirkan kelimanya tidak punya uang untuk bersalin.
"Kalau berhenti kerja, nanti biaya bersalin kami gimana. Kenapa kami dipaksa mengundurkan diri. Padahal wanita hamil itu kan punya hak untuk mengajukan cuti," kata Ayu.
Disinggung lebih lanjut mengenai kontrak kerja, Ayu mengatakan bahwa mereka berlima buruh outsourcing.
Mereka dinaungi oleh PT Dipta Athiyasa.
Menurut Ayu, dalam kontrak kerja tidak ada dijelaskan, bahwa perempuan hamil harus mengundurkan diri.
"Kemarin kami sempat datang ke perusahaan, tapi diusir," ungkap Ayu diamini rekan-rekannya.
Mereka berharap, DPRD Deliserdang bisa memberi solusi atas masalah ini.
Sebab, jika kelimanya diberhentikan secara sepihak, dikhawatirkan saat proses bersalin mereka tidak bisa menggunakan layanan BPJS Kesehatan.
"Kami punya BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Tapi kalau kami diberhentikan begitu saja, otomatis iuran BPJS kami tidak dibayar perusahaan. Mau gimana nasib kami," ungkap Ayu.
Saat datang ke kantor DPRD, Ayu dan 4 rekannya didampingi serikat buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Deliserdang.
Ketika itu, hadir Sekretaris FSPMI Deliserdang, Rian Sinaga.
Namun sayangnya, saat tiba di kantor dewan, tak satupun wakil rakyat di Komisi B yang bisa ditemui.
Mereka pun sempat terlunta-lunta, hingga mengundang perhatian warga yang datang ke gedung dewan.
Menurut masyarakat, tindakan PT STI yang berencana memecat kelima pekerja ini cukup keji.
Harusnya, kelima pekerja diberikan haknya untuk cuti hamil.
Guna kepentingan konfirmasi, Tribun Medan sempat menghubungi HRD PT STI, Dodi Wahyudi.
Saat itu, Dodi enggan berkomentar. Alasannya, kelima wanita hamil itu merupakan pekerja outsourcing.
"Langsung saja tanya ke perusahaannya. Supaya enggak berkembang wacananya, saya enggak bisa kasih komentar," kata Dodi.
Disinggung lebih lanjut apakah dirinya setuju terhadap peraturan yang memaksa kelima wanita hamil itu berhenti, Dodi tetap bungkam.
"Seperti yang saya bilang tadi, saya tidak bisa berkomentar," ungkapnya seraya memutus sambungan telepon.
Sementara itu, Manager PT Dipta Athiyasa (DA), Erli Marlia ketika dikonfirmasi juga enggan berkomentar.
Namun, Erli tidak menampik bahwa kelima wanita hamil itu memang dipaksa berhenti kerja.
"Mereka itu kan sudah kasih kuasa sama serikat pekerjanya. Ini kami mau ada pertemuan sama serikat pekerjanya," ungkap Erli.
Disinggung lebih lanjut mengenai kebijakan PT DA terhadap kelima wanita hamil itu, Erli mendadak bilang bahwa sinyal selularnya sedang tidak bagus.
"Nanti sajalah. Saya lagi di jalan ini. Sinyalnya tidak bagus," kata Erli buru-buru memutus kontak.
Informasi diperoleh Tribun Medan, PT STI adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor kayu.
Menurut keterangan sejumlah sumber, kasus pemecatan semacam ini bukan kali pertama terjadi.
Konon kabarnya, sudah banyak pekerja wanita yang bernasib serupa, layaknya Ayu dan kawan-kawan.
Sementara itu, Sekretaris FSPMI Deliserdang, Rian Sinaga mengatakan pemecatan terhadap kelima pekerja tidak boleh dilakukan PT STI.
Sebab, jika perusahaan memecat begitu saja pekerja wanita yang tengah hamil, maka perusahaan dianggap mengangkangi undang-undang ketenagakerjaan.
"Kami duga ini sengaja dilakukan perusahaan untuk mengemplang pembayaran cuti hamil. Padahal jelas, dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, perempuan itu boleh cuti, dari usia kandungan tujuh bulan atau sembilan bulan," kata Rian.
Ia mengatakan, dalam keadaan cuti, maka perusahaan wajib membayar hak-hak pekerja.
Jika itu tidak dilakukan, tentu perusahaan tersebut bisa dijatuhi sanksi sebagaimana aturan yang berlaku.
"Sebenarnya sudah banyak pekerja wanita hamil yang bernasib serupa di perusahaan tersebut.
Menurut rekan-rekan kami yang bekerja di sana, perusahaan kerap melakukan tindakan semena-mena," kata Rian.
Karena dianggap mengangkangi undang-undang dan berlaku zalim kepada pekerja, FSPMI Deliserdang sempat PT STI pada UPT II Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara.
Sayangnya, sampai sekarang laporan FSPMI tidak digubris oleh UPT II Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara.(dra)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Menyedihkan, Lima Pekerja Hamil Dipaksa Berhenti Bekerja, Diusir saat Minta Penjelasan
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments