– Pemuda berusia 21 tahun yang tinggal di Wuhan, China, berbagi cerita tentang pengalamannya menjalani pengobatan hingga akhirnya sembuh dari penyakit yang disebabkan virus corona atau Covid-19.
Pria bernama Tiger Ye tersebut mengaku mulai merasakan gejala terinfeksi virus corona pada pertengahan Januari 2020.
Berikut ceritanya;
Pada 17 Januari 2020 saya merasakan semua otot-otot nyeri.
Saat itu, saya menglami demam ringan, tetapi keluhannya tersebut tidak terlalu dihiraukan.
Bila melihat ke belakang, memang sedikit menakutkan, mengingat rumah dan sekolah tempat saya belajar bahasa Jepang hanya ada dalam radius 5 kilometer dari pasar seafood Wuhan (yang diyakini sebagai awal mula penularan).
Untuk mengobati nyeri otot, saya minum obat flu karena berpikir itu flu biasa.
Kini kalau dipikirkan lagi, saya sebenarnya terlambat minum obat antivirus pada tahap awal penyakit.
Saya tidak tahu dari mana bisa tertular.
Saya selalu makan di restoran masakan Hongkong di kantin sekolah.
Saya juga tidak banyak jalan-jalan karena pada saat itu musim dingin dan selalu langsung pulang setelah sekolah karena sudah lelah.
Pada saat libur semester, saya tinggal di rumah orangtua, bukan di asrama.
Saya juga rajin pakai masker setelah semua orang di sekitar mulai memakai masker.
Tanggal 21 Januari, saya merasa nyeri di seluruh tubuh.
Saya lalu menelepon ayah dan ia langsung menjemput.
Di rumah, saya mengalami demam ringan dan ibu mengatakan jika demamnya tidak turun juga akan membawa saya ke rumah sakit.
Sampai jam 11 malam, demam tidak turun juga sehingga saya berobat ke rumah sakit Tongji.
Ketika tiba di sana, saya melihat rumah sakit kewalahan dengan lonjakan pasien.
Melihat dokter dan perawat dalam hazmat suit di dunia nyata untuk pertama kalinya, biasanya saya hanya lihat di film, saya menyadari bahwa ada sesuatu yang buruk sedang terjadi.
Pada saat itu sebenarnya saya tidak takut, karena rumah sakit itu yang terbaik di Wuhan dan memang selalu penuh.
Karena pasien sangat ramai, saya memutuskan pindah ke rumah sakit paru Wuhan, dan keputusan ini pada akhirnya sangat tepat.
Di rumah sakit itu saya dites darah, fungsi liver, dan juga CT scan.
Hasil CT scan menunjukkan ada bitnik-bintik di bagian bawah kedua paru saya. Saya lalu diberi obat resep dan obat tradisional China berbentuk kapsul oleh dokter.
Ketika Wuhan mulai ditutup, tanggal 22 Januari saya juga mulai dikarantina di rumah oleh ayah.
Ibu saya dulu belajar di universitas kedokteran dan ayah bekerja di perusahaan farmasi, sehingga mereka bisa menangani saya.
Kamar saya memiliki kamar mandi sendiri, sehingga sebenarnya sangat nyaman walau saya diisolasi.
Nenek yang memasak untuk saya juga selalu memakai masker saat mengantarkan makanan dan menggunakan sumpit sekali pakai yang akan dibuang setelah saya pakai.
Sekitar 3 hari kemudian, saya periksa lagi ke rumah sakit karena mulai batuk.
Itu adalah batuk kering dengan sedikit dahak kekuningan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi saya memburuk karena infeksinya menyebar ke seluruh paru.
Saya lalu diinfus dan diberikan obat oral. Dokter juga mengatakan saya terduga terinfeksi virus, namun hanya komite pakar yang akan menentukan apakah bisa segera dilakukan tes.
Tanggal 26 Januari, saya demam tinggi sampai 39 derajat celcius.
Saya batuk berat sampai perut terasa sakit dan punggung sakit.
Ini adalah hari terburuk dalam hidup saya.
Hasil laporan mengatakan bahwa situasi dapat memburuk dengan cepat pada tahap pertengahan.
Namun, di sore hari demamnya menghilang. Saya merasa seperti sudah ke neraka dan kembali lagi.
Pada saat penyakit saya memburuk, saya mencari cara untuk mengembalikan semangat.
Saat itu saya menonton film anime favorit dan sebenarnya saya berencana ke Jepang pada pertengahan Februari untuk nonton konser penyanyi dan artist anime Ayaka Ohashi.
Menonton tayangan anime itu sangat membuat saya bersemangat untuk sembuh karena saya ingin kelak bisa menonton konsernya lagi.
Sekitar tanggal 28 saya dicek lagi dan kondisi kedua paru saya membaik.
Kakak laki-laki saya mulai mengalami demam dan batuk tanggal 29 Januari.
Hasil tesnya menunjukkan ada bintik bayangan di parunya. Ia juga dicurigai terinfeksi corona.
Pada hari yang sama, nenek saya juga demam.
Sementara itu saat saya dites hasilnya saya positif terinfeksi corona. Rumah sakti memberikan saya obat anti-HIV selama lima hari, sedangkan keluarga saya juga mulai minum obat resep.
Karena kondisi saya membaik dan keterbatasan tempat di rumah sakit saya diperbolehkan pulang tapi harus mengisolasi diri.
Saya juga tidak diinfus lagi. Kakak saya juga positif terinfeksi.
Nenek mengalami demam tapi empat hari kemudian pulih.
Ia tidak pernah dites, demikian juga ibu saya, tapi mereka minum obat.
Kakak saya pada akhirnya pulih dan kini sudah negative dari virus.
Pada tanggal 4 februari, CT scan menunjukkan perbaikan berarti pada paru saya dan batuknya pun sembuh.
Saya dites lagi dan diberi obat resep.
Keesokan harinya hasil tes menunjukkan saya negatif untuk virus, tetapi dokter mengatakan saya harus dites ulang tanggal 7 Februari.
Saya melakukannya dan hasilnya negatif.
Saya pun dinyatakan sembuh dari corona.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments