Juru Bicara Pemerintah terkait Virus Corona, Achmad Yurianto, membeberkan alasan mengapa Indonesia tidak menerapkan lockdown atau karantina skala besar.
Yurianto menyinggung soal isolasi diri dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkapkan Yurianto dalam tayangan YouTube KOMPASTV, Kamis.
Menurut Yurianto, tindakan lockdown malah membuat tindakan penanganan virus corona tidak maksimal.
"Kita tidak akan membuat opsi lockdown. Karena kalau di-lockdown kita malah tidak akan bisa berbuat apa-apa," ujar Yurianto.
Namun keputusan tidak akan lockdown itu nantinya akan melibatkan jajaran menteri demi keputusan final.
"Tetapi tentunya ini akan menjadi keputusan bersama yang akan segera dikoordinasikan di tingkat kementerian," kata Yurianto.
Kini pemerintah tak hanya mempersiapkan penanganan pasien virus corona di rumah sakit negeri namun juga swasta.
"Rumah sakit pasti akan kita kejar semua. Sekarang tidak hanya rumah sakit pemerintah, tidak hanya rumah sakit TNI/Polri, BUMN," ungkap Yurianto.
"Tetapi rumah sakit swasta pun banyak kapasitasnya yang bisa digunakan dan ikut berperan," sambungnya.
Bagi Yurianto, orang yang positif virus corona tidak semuanya dalam kondisi lemah tak berdaya, namun masih bisa beraktivitas layaknya orang sehat.
Sehingga, menurutnya yang paling penting dilakukan adalah isolasi diri.
"Karena kalau kita lihat, pada pergerakan penyakit ini tidak seluruhnya jatuh pada kondisi severe, berat, membutuhkan peralatan," ungkap Yurianto.
"Justru sebagian besar kita lihat dari kasus yang ada, sebagian besar dari mereka dalam posisi kondisi sakit yang ringan/sedang," sambungnya.
"Oleh karena itu yang paling penting adalah melaksanakan isolasi."
Yurianto menyebut penerapan isolasi diri di India bisa dijadikan contoh.
Di mana warga yang sudah terinfeksi diberi pembinaan dan pengawasan sehingga bisa melakukan isolasi diri di rumah.
"Di beberapa negara yang sudah melaksanakan ini dan terlihat bagus, misalnya di India, untuk kasus positif tanpa gejala, maka mereka melaksanakan self-isolated, jadi tidak di rumah sakit," terang Yurianto.
"Mereka diminta untuk melakukan isolasi dirinya sendiri di rumah tentunya dengan edukasi, dan ini di bawah supervisi pengawasan dari Puskesmas," tuturnya.
Yurianto yakin masyarakat Indonesia mampu untuk melakukan pengendalian penyebaran virus corona ini.
"Artinya mereka kita pastikan mampu mengendalikan sebaran yang mungkin muncul dari keberadaan dia di situ," ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berharap daerahnya diberi wewenang untuk menangani kasus virus corona.
Menanggapi permintaan itu, Juru Bicara Pemerintah terkait Virus Corona, Achmad Yurianto, menyebut tidak bisa serta merta memberi wewenang daerah untuk menangani Covid-19.
Dilansir Tribunnews.com, hal itu diungkapkan Yurianto dalam Mata Najwa unggahan YouTube Najwa Shihab, Rabu (11/3/2020).
"Bagaimana kalau tadi ada dua daerah yang sudah mengajukan permintaan, 'Boleh dong, Jakarta dan Jawa Barat memeriksa sendiri tidak harus terpusat di Jakarta?'" tanya Najwa Shihab.
Yurianto menyebut pemerintah bisa saja melakukan desentralisasi sehingga daerah bisa ikut menangani kasus virus corona.
Namun ada standar mutlak yang harus dipenuhi oleh daerah.
Ia menekankan pemeriksaan virus corona tidak bisa asal seperti cek darah biasa.
"Kalau pemeriksaan tidak ada masalah. Tetapi harus ada persyaratan mutlak, bahwa ini harus biosecurity level 2 untuk pemeriksaan virus," ujar Yurianto.
"Jika persyaratan ini dipenuhi, tidak ada masalah, karena ini pemeriksaan virus tidak sama dengan memeriksa laboratorium darah dan lain sebagainya," sambungnya.
Yurianto menambahkan, sebenarnya pemerintah pusat sudah tahu daerah mana saja yang berkapasitas untuk memeriksa virus corona.
"Oleh karena itu kita memiliki jejaring dalam kaitan pemeriksaan virus," kata Yurianto.
"Pusat tahu kok daerah yang memiliki kapasitas atau institusi yang memiliki kapasitas itu," sambungnya.
Untuk mendukung kapasitas yang sudah ada di daerah, pemerintah pusat tengah mempersiapkan balai di 10 kota.
"Oleh karena itu, ini yang kemudian akan kita siapkan di minggu ini ada 10 Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan yang tersebar di 10 kota di Indonesia," paparnya.
Nantinya, balai tersebut mampu untuk mendeteksi ada tidaknya virus corona dalam tubuh pasien.
Meski demikian, penanganan pasien yang terinfeksi belum sepenuhnya bisa dilakukan di daerah.
"Sudah masuk dalam persiapan. Dan kita sudah mendatangkan 10.000 kit untuk tes PCR, tetapi tidak untuk genome sequencing," jelas Yurianto.
"PCR adalah screening awal untuk memeriksa, kalau positif, akan diperiksa dengan genome sequencing," tambahnya.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments