Pemerintah Indonesia perlu mendorong negara-negara lainnya membahas nasib anak-anak kombatan ISIS.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menjelaskan, bukan hanya Indonesia yang mengalami masalah nasib anak-anak kombatan ISIS.
Bisa saja, kata dia, mereka dikarantina terlebih dahulu bersama anak-anak kombatan ISIS ini melalui badan khusus internasional, misalnya UNHCR atau badan internasional lainnya yang menangani korban perang.
"Setelah mereka betul-betul bersih dari virus terorisme bisa saja dipertimbangkan untuk memilih kembali ke negara asalnya masing-masing," ujar Ace Hasan Syadzily di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
Jika tidak, kata dia, harus ada rehabilitasi psikososial dari terorisme yang dilakukan kepada anak-anak kombatan ISIS.
Karena, imbuh dia, anak-anak kombatan ISIS ini juga bukan berarti tidak terkena virus terorisme.
"Dalam memori kolektif mereka bisa saja mereka terpatri apa yang dirasakan dan dialami tentang terorisme yang dilakukan ISIS. Karena itu harus ada rehabilitasi psikososial dari terorisme yang dilakukan kepada mereka," ujar ketua DPP Golkar ini.
Kalau tidak, tegas dia, bibit terorisme sudah terkontaminasi pada mereka dari sejak dini.
Menurut dia, masalah nasib anak-anak kombatan ISIS ini juga dialami oleh negara-negara lain, selain Indonesia juga.
Untuk itu harus ada pembicaraan khusus Pemerintah Indonesia dengan negara-negara lainnya yang mengalami kasus yang sama soal nasib anak-anak kombatan ISIS.
Bisa saja kata dia, mereka dikarantina terlebih dahulu bersama anak-anak kombatan ISIS ini melalui badan khusus internasional, misalnya UNHCR atau badan internasional lainnya yang menangani korban perang.
"Setelah mereka betul-betul bersih dari virus terorisme bisa saja dipertimbangkan untuk memilih kembali ke negara asalnya masing-masing," jelasnya.
Kaji Wacana
Pemerintah belum mengambil sikap pasti dan masih terus mengkaji secara mendalam terkait wacana pemulangan anak-anak ISIS eks warga negara Indonesia (WNI).
"Untuk anak-anak (ISIS eks WNI), khususnya anak yatim piatu dan di bawah 10 tahun masih kita pertimbangkan. Kita kaji lebih dalam," ujar Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, di Kantor Wapres, Jl Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2020).
Dia menuturkan dari segi kemanusiaan tentu pemerintah berniat memulangkan anak-anak tersebut. Namun, pemerintah masih menimbang-nimbang bila menilik dari segi antisipasi.
Menurut Ma'ruf pemerintah mewaspadai masih adanya paham-paham radikal yang dibawa dan sulit dihilangkan dari anak-anak tersebut.
"Jangan sampai anak yang sudah tidak radikal terprovokasi nantinya dan pada suatu saat (paham radikal) bisa muncul lagi. Maka dari itu kalau dari segi kemanusiaan tentu ya (memulangkan)," kata dia.
"Tapi dari segi antisipasi kemungkinan jika dia masih membawa virusnya itu akan jadi masalah, karena itu masih dipertimbangkan," imbuh Ma'ruf.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah Indonesia sudah mengambil keputusan untuk tak memulangkan ISIS eks warga negara Indonesia (WNI).
Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menyebut keputusan itu diambil untuk menjaga dan mengawal masyarakat Indonesia dari pengaruh radikalisme dan terorisme.
Menurut Ma'ruf mengawal bukanlah hal yang mudah, apalagi melakukan deradikalisasi kepada mereka yang terpapar.
"Melakukan deradikalisasi yang sudah terpapar itu bukan sesuatu yang mudah. Jadi lebih aman dan maslahat kalau kita tak memulangkan mereka," ujar Ma'ruf di Kantor Wapres, Jl Veteran III, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2020)..
Ma'ruf juga mengatakan status kewarganegaraan Indonesia sudah terlepas semenjak mereka masuk, mengikuti, dan bergabung dalam pelatihan militer ISIS.
Dalam ketentuan peraturan Undang-Undang, kata dia, aksi tersebut sudah membuat mereka sendiri melepas kewarganegaraan Indonesia.
"Oleh karena itu maka kita menganggap ya mereka sudah bukan warga negara Indonesia. Kita menganggap lebih baik tidak memulangkan mereka," jelas Ma'ruf.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments