Kasus 77 siswa kelas VII Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) dihukum memakan kotoran manusia sempat menjadi perbincangan publik.
Pihak Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur ( NTT ) pun buka suara.
Seperti diketahui, sebelumnya beredar kabar dua kakak kelas Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere yang berasal dari kelas XII memaksa mereka makan feses atau kotoran manusia pada Rabu (19/2/2020).
Kini, beredar klarifikasi dalam bentuk keterangan tertulisnya mengatasnamakan pihak Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere.
Isi dari keterangan tertulis itu membantah beberapa fakta dari kejadian tersebut.
Mereka menyebut, terminologi "makan" kurang tepat.
"Yang sebenarnya terjadi adalah salah seorang kakak kelas "menyentuhkan" sendok yang ada feses pada bibir atau lidah siswa kelas VII," begitu bunyi keterangan tertulis tersebut, dikutip TribunJabar.id, Rabu (26/2/2020).
Lebih lanjut, pihak Seminari menjelaskan, peristiwa itu terjadi di kamar tidur unit bina SMP kelas VII.
Jadi, peristiwanya bukan di ruang kelas.
Kemudian, pihak Seminari juga menyebut, pelaku bukanlah pembina atau pendamping.
"Tetapi oleh salah seorang siswa kelas XII," tulisnya.
Pihak Seminari juga mengaku, sebenarnya mereka bukan tidak mau diwawancarai media terkait kasus tersebut.
Mereka ingin lebih dulu melakukan pertemuan internal untuk kemudian disampaikan kepada media pada waktunya.
"Pihak Seminari Bunda Segala Bangsa tidak pernah melakukan pembiaran terhadap segala bentuk kekerasan dan bullying dalam bentuk apapun, dan selalu bertindak tegas apabila terjadi hal-hal demikian," tulisnya.
Sebanyak 77 dari 89 siswa kelas VII Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur ( NTT) diberi hukuman tidak manusiawi oleh kakak kelasnya.
Dua kakak kelasnya yang berasal dari kelas XII memaksa mereka makan feses atau kotoran manusia pada Rabu (19/2/2020).
Kejadian tersebut berawal saat dua kakak kelas itu bertugas menjaga kebersihan area asrama siswa kelas VII.
Melansir dari Kompas.com, Pimpinan Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Romo Deodatus Du'u mengatakan kejadian tersebut sekitar pukul 14.30 WITA.
Kakak kelas itu, kata Romo Deadatus, ditugaskan mengecek kebersihan kamar kelas VII setelah makan siang.
Mereka menemukan plastik berisi kotoran manusia di sebuah lemari kosong di kamar tidur kelas VII.
Kotoran manusia itu diduga dibuang oleh seorang siswa kelas VII setelah ia buang air besar.
Dua kakak kelas itu kemudian mengumpulkan selurus siswa kelas VII.
Mereka menanyakan soal kotoran manusia yang mereka temukan.
Keduanya berkali-kali menanyakan asal muasal kotoran tersebut.
Namun, tidak ada satupun adik kelasnya yang mengaku.
Jengkel karena hal tersebut, salah seorang kakak kelas menyendok kotoran manusia itu.
Ia lalu memaksa adik kelasnya menyentuhkan bibir dan lidahnya ke kotoran manusia itu.
Perlakuannya berbeda pada setiap siswa.
Setelah insiden tersebut, dua siswa kelas XII itu meminta adik kelasnya itu merahasiakan kejadian tersebut dari pembina dan orangtua.
Siswa kelas VII itu merasa ketakutan dan jijik.
Namun, mereka tidak bisa menolak memakan kotoran manusia dan berbuat banyak selain menangis.
"Setelah makan, kami semua menangis. Terlalu jijik dan bau," kata salah seorang siswa kelas VII yang enggan disebutkan namanya kepada Kompas.com di halaman Seminari BSB, Selasa (25/2/2020) siang.
Siswa itu mengaku terpaksa memakan kotoran manusia yang disodorkan.
Mereka ingin melawan, tetapi takut dengan para kakak kelasnya.
"Kami terima dan pasrah. Jijik sekali, tapi kami tidak bisa melawan," ucapnya.
Melihat puluhan siswa itu menangis, kedua pendamping mendesak mereka diam.
Pendamping itu juga mengancam puluhan siswa tersebut tak menceritakan insiden itu kepada orang lain.
Mereka yang berani melapor kepada sekolah dan asrama diancam bakal dihukum lagi.
Takut dengan ancaman itu, para siswa memilih bungkam. Mereka tak menceritakan insiden itu kepada Romo dan juga orangtua masing-masing.
"Sampai hari ini, orangtua saya belum tahu kalau saya disiksa makan kotoran manusia," kata siswa itu.
Ia mengaku, tak sanggup menceritakan insiden itu kepada orang lain.
"Terlalu sadis," katanya dengan suara pelan sembari berlalu dan mengusap air mata.
Kasus itu pun tebongkar pada Jumat (21/2/2020) ketika ada orangtua siswa yang menyampaikan hal tersebut di dalam grup WhatsApp humas sekolah.
Martinus, salah satu orangtua murid, merasa sangat kecewa terhadap perlakuan pendamping asrama yang menyiksa anak-anak dengan memaksa makan kotoran manusia.
"Menurut saya, pihak sekolah beri tindakan tegas bagi para pelaku. Yang salah ditindak tegas. Bila perlu, dipecat saja," ujar Martinus.
"Saya juga memutuskan untuk pindahkan anak dari sekolah ini. Biar pindah dan mulai dari awal di sekolah lain saja," kata dia.
Martinus mengatakan, secara psikologis, anak-anak yang mendapat perlakuan kotor dari pendamping pasti terganggu jika terus bertahan di sekolah itu. (TribunJabar.id/Fidya Alifa)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul:
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments